pemberian gaji ke-13 bagi PNS, TNI dan Polri pada 2009
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah kembali menjanjikan kenaikan gaji dan pemberian gaji ke-13 bagi PNS, TNI dan Polri pada 2009 untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.”Ini sebagaimana keinginan presiden yang meminta bahwa selama beliau menjadi pemimpin, upah rill PNS harus semakin sejahtera, termasuk TNI dan Polri,” kata Menkeu, saat menyampaikan pengarahan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2008 di Jakarta, Selasa (6/5).
Dikatakannya, saat awal pemerintahan Presiden Yudhoyono, upah terendah untuk PNS adalah sekitar Rp700 ribu per bulan, sedangkan saat ini berada pada sekitar Rp1,6 juta per bulan.
“Upah terendah itu bagi PNS dengan nol pengalaman dan merupakan kelompok terendah,” katanya.
Presiden sendiri, katanya, meminta agar upah terendah bisa naik menjadi sekitar Rp2 juta per bulan.
Meski demikian, Menkeu tidak menjelaskan berapa persen kenaikan gaji tersebut akan diberikan pada tahun depan. (*/lin)(kapanlagi.com)
Hasil Rekapitulasi Propinsi Sumsel Bermasalah
"Ada indikasi kecurangan dalam pembuatan sertifikat suara dengan adanya temuan Panwas bahkan bukti-bukti yang ada cukup kuat. Seperti penghitungan DPT di Dapil Sumsel 1," ujar saksi dari PDIP Arip Wibowo saat mengawal jalannya rekapitulasi di KPU di Hotel Borobudur, Jl Lapangan Banteng, Jakarta Pusat,
Rabu (29/4/2009).
Menurut Arif, ada selisih suara pemilih sebesar 68.108 yang sampai saat ini belum bisa dijawab oleh KPU propinsi Sumsel. Jumlah DPT di Sumsel Dapil 1 seharusnya 2.434.049, tetapi tertulis oleh KPU propinsi hanya sebesar 2.365.941.
"Ini memang jumlah suara yang cukup besar dan ada sesuatu yang tidak beres," jelasnya.
Untuk itu, Arif bersama saksi lain tidak akan menandatangani hasil rekap. "Sama seperti hasil Bengkulu kemarin," imbuhnya.
Sidang sempat berlangsung alot. Akhirnya, pleno diputuskan ditunda dan akan dilanjutkan besok pagi.
( mad / ndr )(detik)
Tragedi Futsal Liga Antropologi
Gesekan antara pemain IIP dan Antropologi ini bermula dari salah satu pemain Antopologi yang terpancing emosinya hanya karena sebuah body change pemain IIP. pertandingan semakin runyam, ketika salah satu pemain lain dari Antropologi turut memperkeruh keadaan dan bisa dipastikan berujung menjadi ajang tawuran bagi para akademisi kampus.
Hal itu tidak perlu terjadi, tatkala pemain menyadari semangat sportivitas serta kedewasaan emosional. lagipula gesekan dalam sebuah pertandingan olahraga adalah hal yang biasa jika masik terbingkai dalam peraturan yang berlaku dan keputusan wasit. tetapi lain lagi jika terjadi tindakan anarkis yang di mana bisa merugikan kepentingan umum dan fasilitas umum dalam hai ini memeang sangat ironis dan sunguh memalukan.
Yang dimana mereka seharusnya menyadari kedewasaan mereka dan menjadi generasi penrus bangsa ini tetapi di coreng dengan tindakan anarkis dimanakah kedewasaan saat ini?
APA DAN MENGAPA
Mother kartini
"Habis Gelap Terbitlah Terang"
a sincere desire of the Kartini
want a degree of equality with the adam
increase the degree of womanhood ....
Now has a modern kartini appear in front of the
Living in the light of stars in the tub at night
But all is light in darkness ...
Many kartini - kartini
Always in lecehkan, persecuted, now lives in
Do not this sad ...
Why must feel the dark
At the time the light ray has kartini - now kartini
"Light and bright is because the light has been published"
Windows 7 RC present at the May 2009?
Company in the world will bring Microsoft Release Candidate of Windows 7 will be present in the estimate in May 2009. web page on the TechNet Evaluation Center to provide information, "windows-7 Release Candidate published: may 2009" will be available for download. Microsoft does not provide detailed information on the label windows pe 7 RC. Same as in the windows 7 Beta Build 7000, Microsoft plans to make the RC build of Windows 7 in the trials can be free. Microsoft also will not limit the product key for windows 7 RC, in this case anyone can use and activate windows 7 RC freely. Users who try to test windows 7 RC, will be able to use this operating system until the year 2010. on the TechNet site, Microsoft describes a more detailed instructions instalansi windows 7 RC. Windows 7 Release Candidate one is only available in two versions, namely the version of 32-bit and 64-bit, and is only available for some languages, english, german, japanese, french, spanish and if you want to try the windows please be patient until this month May.
Pelangaran Pemilu 2009
sumber:detik
Wiranto-Prabowo Curigai Ada Kecurangan Pemilu
Keduanya pun sepakat untuk merealisasikan Forum Lintas Partai yang terdiri dari 23 partai politik untuk melakukan investigasi dan mengumpulkan bukti-bukti terkait dugaan kecurangan tersebut.
"Penyikapan terhadap pelaksanaan pemilu, sikap kita (kami) sama, ada yang tidak beres dalam pelaksanaan pemilu. Banyak aduan mengenai kerancuan DPT, terjadi kerancuan dalam penyelenggaraan pemilu di seluruh daerah. Boleh jadi, ada sesuatu yang terjadi di belakang itu," ujar Wiranto seusai melakukan pertemuan tertutup bersama Prabowo, di Kantor DPP Hanura, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin (13/4).
Ditegaskan Wiranto, sekretariat bersama Forum Lintas Partai juga dilengkapi dengan lembaga hukum. Jika memang ditemukan bukti kecurangan, pihaknya tidak akan ragu untuk membawanya ke ranah hukum. "Kami tidak akan membiarkan demokrasi dicederai dengan tindakan-tindakan yang terjadi selama pemilu berlangsung," kata dia.
Prabowo menambahkan, banyaknya warga yang mengeluh kehilangan hak politik merupakan sebuah praktik yang mencederai kaidah demokrasi. Persoalan DPT, menurutnya, harus dibereskan sebelum memasuki gelanggang pertarungan berikutnya, pemilihan presiden. "Kalau tidak, percuma. Pilpres bisa dijadikan sandiwara saja," ujarnya.
Atas persoalan DPT ini, menurutnya, merupakan tanggung jawab pemerintah.
KOMPAS.com
Indonesia and the promise Caleg
Hasil Sementara Pemilu 2009
Senin, 13/04/2009 05:57 WIB
by: detik.com
No | Partai Politik | Jumlah Suara | Persentase |
1 | Demokrat (31) | 774.336 | 20,23% |
2 | Golkar (23) | 551.937 | 14,42% |
3 | PDIP (28) | 549.082 | 14,35% |
4 | PKS (8) | 323.556 | 8,45% |
5 | PAN (9) | 247.327 | 6,46% |
6 | PPP (24) | 212.948 | 5,56% |
7 | PKB (13) | 197.959 | 5,17% |
8 | Gerindra (5) | 170.975 | 4,47% |
9 | Hanura (1) | 136.007 | 3,55% |
10 | PBB (27) | 72.878 | 1,90% |
11 | PKPB (2) | 60.333 | 1,58% |
12 | PKNU (34) | 53.263 | 1,39% |
13 | PDS (25) | 45.632 | 1,19% |
14 | PPRN (4) | 41.744 | 1,09% |
15 | PBR (29) | 36.666 | 0,96% |
16 | PDP (16) | 36.004 | 0,94% |
17 | PKPI (7) | 35.926 | 0,94% |
18 | PPPI (3) | 26.352 | 0,69% |
19 | Barnas (6) | 25.913 | 0,68% |
20 | PDK (20) | 23.828 | 0,62% |
21 | PPD (12) | 23.247 | 0,61% |
22 | RepublikaN (21) | 18.280 | 0,48% |
23 | PNBK (26) | 16.478 | 0,43% |
24 | PMB (18) | 16.211 | 0,42% |
25 | PIS (33) | 13.312 | 0,35% |
26 | Patriot (30) | 13.258 | 0,35% |
27 | Kedaulatan (11) | 12.989 | 0,34% |
28 | PPI (14) | 12.403 | 0,32% |
29 | PPIB (10) | 10.915 | 0,29% |
30 | Pelopor (22) | 10.911 | 0,29% |
31 | PKDI (32) | 10.746 | 0,28% |
32 | PNI M (15) | 9.750 | 0,25% |
33 | Pakar Pangan (17) | 8.714 | 0,23% |
34 | Partai Buruh (44) | 8.015 | 0,21% |
35 | PPDI (19) | 5.870 | 0,15% |
36 | PSI (43) | 5.072 | 0,13% |
37 | PPNUI (42) | 4.440 | 0,12% |
38 | Merdeka (41) | 4.340 | 0,11% |
39 | PAAS (35) | 0 | 0,00% |
40 | PDA (36) | 0 | 0,00% |
41 | Partai SIRA (37) | 0 | 0,00% |
42 | PRA (38) | 0 | 0,00% |
43 | Partai Aceh (39) | 0 | 0,00% |
44 | PBA (40) | 0 | 0,00% |
Jumlah | 3.827.617 | 100% |
November 1998
Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang dwifungsi ABRI/TNI. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari seluruh Indonesia dan dunia internasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa.
Garis waktu
- Pada tanggal 11 November 1998, mahasiswa dan masyarakat yang bergerak dari Jalan Salemba, bentrok dengan Pamswakarsa di kompleks Tugu Proklamasi.
- Pada tanggal 12 November 1998 ratusan ribu mahasiswa dan masyrakat bergerak menuju ke gedung DPR/MPR dari segala arah, Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak ada yang berhasil menembus ke sana karena dikawal dengan sangat ketat oleh tentara, Brimob dan juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata bambu runcing untuk diadu dengan mahasiswa). Pada malam harinya terjadi bentrok di daerah Slipi dan Jl. Sudirman, puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Ribuan mahasiswa dievekuasi ke Atma Jaya. Satu orang pelajar, yaitu Lukman Firdaus, terluka berat dan masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia.
- Esok harinya Jumat tanggal 13 November 1998 mahasiswa dan masyarakat sudah bergabung dan mencapai daerah Semanggi dan sekitarnya, bergabung dengan mahasiswa yang sudah ada di kampus Universitas Atma Jaya Jakarta. Jalan Sudirman sudah dihadang oleh aparat sejak malam hari dan pagi hingga siang harinya jumlah aparat semakin banyak guna menghadang laju mahasiswa dan masyarakat. Kali ini mahasiswa bersama masyarakat dikepung dari dua arah sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dengan menggunakan kendaraan lapis baja[1].
Deskripsi
Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di jalan. Saat itu juga beberapa mahasiswa tertembak dan meninggal seketika di jalan. Salah satunya adalah Teddy Wardhani Kusuma, mahasiswa Institut Teknologi Indonesia yang merupakan korban meninggal pertama di hari itu.
Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Universitas Atma Jaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan seklaligus masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta[2]. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan penembakan ke dalam kampus Atma Jaya. Semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu sehingga jumlah korban yang meninggal mencapai 17 orang. Korban lain yang meninggal dunia adalah: Sigit Prasetyo (YAI), Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Engkus Kusnadi (Universitas Jakarta), Muzammil Joko (Universitas Indonesia), Uga Usmana, Abdullah/Donit, Agus Setiana, Budiono, Doni Effendi, Rinanto, Sidik, Kristian Nikijulong, Sidik, Hadi.
Jumlah korban yang didata oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan berjumlah 17 orang korban, yang terdiri dari 6 orang mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Jakarta, 2 orang pelajar SMA, 2 orang anggota aparat keamanan dari POLRI, seorang anggota Satpam Hero Swalayan, 4 orang anggota Pam Swakarsa dan 3 orang warga masyarakat. Sementara 456 korban mengalami luka-luka, sebagian besar akibat tembakan senjata api dan pukulan benda keras, tajam/tumpul. Mereka ini terdiri dari mahasiswa, pelajar, wartawan, aparat keamanan dan anggota masyarakat lainnya dari berbagai latar belakang dan usia, termasuk Ayu Ratna Sari, seorang anak kecil
Tragedi Semanggi II
Pada 24 September 1999, untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada aksi-aksi mahasiswa.
Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB.
Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di depan Universitas Atma Jaya.
Daerah lain
Selain di Jakarta, pada aksi penolakan UU PKB ini korban juga berjatuhan di Lampung dan Palembang. Pada Tragedi Lampung 28 September 1999, 2 orang mahasiswa Universitas Lampung, Muhammad Yusuf Rizal dan Saidatul Fitriah, tewas tertembak di depan Koramil Kedaton. Di Palembang, 5 Oktober 1999, Meyer Ardiansyah (Universitas IBA Palembang) tewas karena tertusuk di depan Markas Kodam II/Sriwijaya.
Film dokumenter
- Student Movement in Indonesia, produksi Jakarta Media Syndication, 1999 (Youtube)
Film dokumenter tentang gerakan mahasiswa Indonesia selama tahun 1998. Versi aslinya dengan narasi dan teks berbahasa Inggris. Diputar di bioskop-bioskop di Indonesia dengan judul Tragedi Jakarta 1998.
- Perjuangan Tanpa Akhir, produksi Aliansi Korban Kekerasan Negara (AKKRa), 2005
Film dokumenter berdurasi 28 menit ini bercerita tentang perjuangan orang tua korban Tragedi Trisakti (1998), Semanggi I (1998), dan II (1999) dalam upaya mereka meraih keadilan.
- Indonesian Student Revolt. Don’t Follow Leaders, produksi Offstream [1], 2001
Film dokumenter tentang perjalanan gerakan mahasiswa Indonesia dari 1966-1998.
Peringatan
Pada 14 November 2005, para mahasiswa menaburkan bunga di Jl. Sudirman tepat di depan kampus Universitas Atma Jaya untuk memperingati tujuh tahun Tragedi Semanggi I. Sehari sebelumnya, peringatan Tujuh Tahun Tragedi Semanggi I diadakan di Sekretariat Jaringan Solidaritas Keluarga Korban Pelanggaran HAM (JSKK), Jalan Binong 1A, samping kompleks Tugu Proklamasi. Dimulai dengan konferensi pers, diskusi, dan ditutup dengan pemutaran film dokumenter Perjuangan Tanpa Akhir karya AKKRa (Aliansi Korban Kekerasan Negara). [5] [6]
Pengusutan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam pertemuannya dengan Presiden Habibie saat itu meminta pemerintah untuk memberi penjelasan tentang sebab dan akibat serta pertanggungan jawab mengenai peristiwa tanggal 13 November itu secara terbuka pada masyarakat luas karena berbagai keterangan yang diberikan ternyata berbeda dengan kenyataan di lapangan. (Kompas, 16 November 1998).
Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto, dalam jumpa pers di Hankam mengakui ada sejumlah prajurit yang terlalu defensif dan menyimpang dari prosedur, menembaki dan memukuli mahasiswa. Namun, Wiranto menuduh ada kelompok radikal tertentu yang memancing bentrokan mahasiswa dengan aparat, dengan tujuan menggagalkan Sidang Istimewa. (Kompas, 23 November 1998).[7]
Pengadilan HAM ad hoc
Harapan kasus Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II untuk menggelar pengadilan HAM ad hoc bagi para oknum tragedi berdarah itu dipastikan gagal tercapai. Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada 6 Maret 2007 kembali memveto rekomendasi tersebut. Putusan tersebut membuat usul pengadilan HAM kandas, karena tak akan pernah disahkan di rapat paripurna. Putusan penolakan dari Bamus itu merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya Bamus telah menolak, namun di tingkat rapim DPR diputuskan untuk dikembalikan lagi ke Bamus. Hasil rapat ulang Bamus kembali menolaknya. Karena itu, hampir pasti usul yang merupakan rekomendasi Komisi III itu tak dibahas lagi.
Rapat Bamus dipimpin Ketua DPR Agung Laksono. Dalam rapat itu enam dari sepuluh fraksi menolak. Keenam fraksi itu adalah Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PPP, Fraksi PKS, Fraksi PBR, dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (BPD). Sementara fraksi yang secara konsisten mendukung usul itu dibawa ke paripurna adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), Fraksi PAN, dan Fraksi PDS.[8]
Keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR, ini menganulir putusan Komisi III-yang menyarankan pimpinan DPR berkirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc-membuat penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia Trisakti dan Semanggi semakin tidak jelas.
Pada periode sebelumnya 1999-2005, DPR juga menyatakan bahwa kasus Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran berat HAM. 9 Juli 2001 rapat paripurna DPR RI mendengarkan hasil laporan Pansus TSS, disampaikan Sutarjdjo Surjoguritno. Isi laporan tersebut:
- F-PDI P, F-PDKB, F-PKB (3 fraksi ) menyatakan kasus Trisakti, Semanggi I dan II terjadi unsur pelanggaran HAM Berat.
- Sedangkan F-Golkar, F- TNI/Polri, F-PPP, F-PBB, F -Reformasi, F-KKI, F-PDU (7 fraksi) menyatakan tidak terjadi pelanggaran HAM berat pada kasus TSS [9]
The agenda-setting theory is the theory
History
Foundation
The media agenda is the set of issues addressed by media sources and the public agenda which are issues the public consider important. Agenda-setting theory was introduced in 1972 by Maxwell McCombs and Donald Shaw in their ground breaking study of the role of the media in 1968 presidential campaign in Chapel Hill, North Carolina. The theory explains the correlation between the rate at which media cover a story and the extent that people think that this story is important. This correlation has been shown to occur repeatedly.
In the dissatisfaction of the magic bullet theory, McCombs and Shaw introduced agenda-setting theory in the Public Opinion Quarterly. The theory was derived from their study that took place in Chapel Hill, NC, where the researchers surveyed 100 undecided voters during the 1968 presidential campaign on what they thought were key issues and measured that against the actual media content. The ranking of issues was almost identical, and the conclusions matched their hypothesis that the mass media positioned the agenda for public opinion by emphasizing specific topics.[4] Subsequent research on agenda-setting theory provided evidence for the cause-and-effect chain of influence being debated by critics in the field.
One particular study made leaps to prove the cause-effect relationship. The study was conducted by Yale researchers, Shanto Iyengar, Mark Peters, and Donald Kinder. The researchers had three groups of subjects fill out questionnaires about their own concerns and then each group watched different evening news programs, each of which emphasized a different issue. After watching the news for four days, the subjects again filled out questionnaires and the issues that they rated as most important matched the issues they viewed on the evening news. The study demonstrated a cause-and-effect relationship between media agenda and public agenda. Since the theory’s conception, more than 350 studies have been performed to test the theory. The theory has evolved beyond the media's influence on the public's perceptions of issue salience to political candidates and corporate reputation.
Functions
The agenda-setting function has multiple components:
* Media agenda are issues discussed in the media, such as newspapers, television, and radio.
* Public agenda are issues discussed and personally relevant to members of the public.
* Policy agenda are issues that policy makers consider important, such as legislators.
* Corporate agenda are issues that big business and corporations consider important, including corporations.
These four agendas are interrelated. The two basic assumptions underlie most research on agenda-setting are that the press and the media do not reflect reality, they filter and shape it, and the media concentration on a few issues and subjects leads the public to perceive those issues as more important than other issues.
Characteristics
Research has focused on characteristics of audience, the issues, and the media that might predict variations in the agenda setting effect.
Research done by Weaver in 1977 suggested that individuals vary on their need for orientation. Need for orientation is a combination of the individual’s interest in the topic and uncertainty about the issue. The higher levels of interest and uncertainty produce higher levels of need for orientation. So the individual would be considerably likely to be influenced by the media stories (psychological aspect of theory).
Research performed by Zucker in 1978 suggested that an issue is obtrusive if most members of the public have had direct contact with it, and less obtrusive if audience members have not had direct experience. This means that agenda setting results should be strongest for unobtrusive issues because audience members must rely on media for information on these topics.
Levels of agenda setting
The first-level agenda setting is most traditionally studied by researchers. In this level the media use objects or issues to influence the public. In this level the media suggest what the public should think about (amount of coverage). In second-level agenda setting, the media focuses on the characteristics of the objects or issues. In this level the media suggest how the people should think about the issue. There are two types of attributes: cognitive (subtantative, or topics) and affective (evaluative, or positive, negative, neutral). Intermedia agenda setting involves salience transfer among the media.Coleman and Banning 2006; Lee 2005; Shoemaker & Reese, 1996
Usage
The theory is used in political advertising, political campaigns and debates, business news and corporate reputation, business influence on federal policy, legal systems, trials, role of groups, audience control, public opinion, and public relations.
Strengths and weaknesses of theory
It has explanatory power because it explains why most people prioritize the same issues as important. It also has predictive power because it predicts that if people are exposed to the same media, they will feel the same issues are important. It can be proven false. If people aren’t exposed to the same media, they won’t feel the same issues are important. Its meta-theoretical assumptions are balanced on the scientific side and it lays groundwork for further research. Furthermore, it has organizing power because it helps organize existing knowledge of media effects.
There are also limitations, such as media users may not be as ideal as the theory assumes. People may not be well-informed, deeply engaged in public affairs, thoughtful and skeptical. Instead, they may pay only casual and intermittent attention to public affairs and remain ignorant of the details. For people who have made up their minds, the effect is weakened. News media cannot create or conceal problems, they may only alter the awareness, priorities and salience people attached to a set of problems. Research has largely been inconclusive in establishing a causal relationship between public salience and media coverage.
Blog Archive
-
2009
(104)
- October(1)
- July(2)
- May(6)
-
April(12)
- pemberian gaji ke-13 bagi PNS, TNI dan Polri pada ...
- Hasil Rekapitulasi Propinsi Sumsel Bermasalah
- Tragedi Futsal Liga Antropologi
- APA DAN MENGAPA
- Mother kartini
- Windows 7 RC present at the May 2009?
- Pelangaran Pemilu 2009
- Wiranto-Prabowo Curigai Ada Kecurangan Pemilu
- Indonesia and the promise Caleg
- Hasil Sementara Pemilu 2009
- November 1998
- The agenda-setting theory is the theory
- March(15)
- February(40)
- January(28)
Blog Archive
-
▼
2009
(104)
-
▼
April
(12)
- pemberian gaji ke-13 bagi PNS, TNI dan Polri pada ...
- Hasil Rekapitulasi Propinsi Sumsel Bermasalah
- Tragedi Futsal Liga Antropologi
- APA DAN MENGAPA
- Mother kartini
- Windows 7 RC present at the May 2009?
- Pelangaran Pemilu 2009
- Wiranto-Prabowo Curigai Ada Kecurangan Pemilu
- Indonesia and the promise Caleg
- Hasil Sementara Pemilu 2009
- November 1998
- The agenda-setting theory is the theory
-
▼
April
(12)
About Me
- kojek