Friday, January 23, 2009

PENDIDIKAN INDONESIA KEHILANGAN NILAI LUHUR KEMANUSIAAN

PENDIDIKAN INDONESIA KEHILANGAN NILAI LUHUR KEMANUSIAAN

PENDIDIKAN INDONESIA KEHILANGAN NILAI LUHUR KEMANUSIAAN Mengapa film horor Indonesia banyak digemari masyarakat? Karena, hantu-hantu Indonesia adalah hantu yang paling mulia di dunia. Kok bisa?
"Coba saja Anda saksikan film horor Indonesia. Pasti hantu atau setan dalam film horor Indonesia bisa memberi nasihat moral yang mencerahkan," kata budayawan Garin Nugroho saat memberikan orasi budaya bertema "Pendidikan Karakter Kunci Kemajuan Bangsa," di Jakarta, Sabtu (3/3). Orasi budaya itu sekaligus peresmian asosiasi alumni Kolese Yesuit. Yakni, Kolese Loyola, Kolese Kanisius, dan Kolese De Britto. Kontan saja, ratusan undangan yang hadir tertawa.
Garin mengatakan, ada sebuah film horor yang menampilkan cara-cara memperoleh kekayaan dengan cara yang instan. Misalnya, dengan menjadi hewan. Orang yang ingin kaya menjadi hewan lalu mengambil uang. Namun, sang dukun menasihatinya, kalau mau mengambil uang, ambillah uang para koruptor. "Lha kalau begini, tidak usah ada KPK (Komisi Pemberansatan Korupsi). Semua hewan jadi-jadian kumpul, lalu mengambil uang para koruptor. Tidak perlu alat penyadap. Cukup konsesi para hewan jadi-jadian itu saja." Lagi- lagi, ucapan Garin mengundang gelak tawa para undangan.
Prolog orasi budaya Garin itu memang ampuh menyegarkan suasana temu kangen alumnus itu.
"Kita ini bangsa yang aneh dan kita bisa menertawakan diri kita sendiri," kata Garin.
Berbagai peristiwa, tidak hanya dunia film, yang terjadi pada bagsa ini kata Garin, eharusnya membuka pikiran kritis masyarakatnya. "Ada apa ini? Apa sebenarnya yang terjadi dengan bangsa ini? Saya pikir, karena ternyata dunia pendidikan kita tidak mencerahkan. Pendidikan kita kehilangan nilai-nilai luhur kemanusiaan," katanya.
Lagi-lagi Garin mencontohkan betapa pendidikan telah kehilangan gregetnya seperti rasionalitas, kerja keras, dan lainnya. "Saat pengambilan gambar salah satu film horor di Jakarta. Saya sedang asyik berbincang dengan teman. Tiba-tiba, saya ditegur oleh salah satu kru film itu. Ternyata, saya tidak boleh ngobrol karena lokasi pengambilan gambar itu sedang "dibersihkan" oleh seorang paranormal kondang. Lha aneh kan," katanya yang langsung disambut tertawa para undangan.
Garin mengatakan, sampai saat ini dunia pendidikan di Indonesia dinilai belum mendorong pembangunan karakter bangsa. Hal ini disebabkan karena ukuran-ukuran dalam pendidikan tidak dikembalikan pada karakter peserta didik, tapi dikembalikan pada pasar.
"Pendidikan nasional belum mampu mencerahkan bangsa ini. Pendidikan kita kehilangan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Padahal, pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur itu," katanya.
Garin mengemukakan, pendidikan nasional kini telah kehilangan rohnya lantaran tunduk terhadap pasar bukan pencerahan terhadap peserta didik. "Pasar tanpa karakter akan hancur dan akan menghilangkan aspek-aspek manusia dan kemanusiaan, karena kehilangan karakter itu sendiri," ucapnya.
Menurut Garin, ada beberapa hal yang bisa terlihat dalam pendidikan yang tidak memiliki karakter. Pertama, hilangnya kebajikan umum. Kedua, sikap maladaktif. Yakni, malapraktik dalam demokratisasi. "Kebajikan umum di ruang-ruang publik sudah tidak ada. Sementara Maladaktif adalah ketika manipulasi politik," katanya.
Ketiga, lanjut Garin, adalah rendahnya sikap profesionalisme dalam dunia pendidikan nasional. Keempat adalah belum adanya pendidikan kenegarawanan, dan terakhir adalah sektor ekonomi tanpa perlindungan konsumen. "Sebaiknya, pemerintah mulai memikirkan pendidikan yang berkarakter, jika tidak, ya negara ini akan tetap saja seperti ini," ucapnya.
Selain dunia pendidikan yang sudah tunduk pada pasar, Garin menerangkan, ada hal lain yang menghambat pembangunan karakter. Yakni, tidak diberikannya ruang untuk tumbuhnya nilai-nilai pembangunan karakter. Baik itu ruang publik maupun ruang-ruang penyelenggaraan negara.
Garin mencontohkan, maraknya KKN dan ketidaksadaran akan proses yang dilalui. "Ada dua nilai pendidikan yang harus menjadi skala prioritas. Yakni, kritis dan menghargai orang lain. Dua nilai ini saling melengkapi. "Untuk bangsa yang dilahirkan menjadi multikultur, dua nilai ini harus benar-benar ditanamkan dalam pendidikan. Inilah nilai yang mencerahkan bangsa ini," katanya. [W-12]

SUARA PEMBARUAN DAILY Last modified: 20/3/07
dmaj/m&pr

0 comments:

About Me